Jumat, 13 Januari 2012

Pendidikan Non Formal dan Globalisasi


A.    Defenisi Pendidikan Nonformal
Yang dimaksud pendidikan nonformal adalah pendidikan yang teratur dengan sadar dilakukan tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat. Pengertian di atas cukup memberi batasan bahwa pendidikan nonformal berada antara pendidikan informal dan pendidikan formal.[1]
Pendidikan nonformal, sistem pendidikannya berjangka pendek. Program pendidikannya sangat spesifik dan biasanya merupakan kebutuhan yang sangat dirasakan keperluannya. Persyaratan dalam proses pembelajarannya lebih fleksibel, baik dalam hal usia maupun tingkat kemampuan, persyaratan unsur-unsur pengelolanya juga lebih fleksibel, penyampaian materi pelajaran atau latihannya relatif lebih luwes, tidak berjenjang dengan tingkatan, maksudnya sekalipun berjenjang, tidak seketat penjenjangan pada sistem persekolahan. Jadi, Secara umum bisa dikatakan bahwa pendidikan nonformal relatif  lebih mudah dan luwes serta berjangka pendek penyelenggaraannya dibandingkan dengan pendidikan formal. Contoh yang nyata sekarang ini adalah seperti pendidikan melalui kursus, penataran dan training-training.
Beberapa pendidikan nonformal itu juga ada yang menjadi pengganti pendidikan formal, yakni memberikan pelajaran yang sama seperti yang dilakukan oleh sekolah. Contoh pendidikan nonformal semacam ini adalah “second chance” di Thailand, program korespondensi radio “School Equivalency” di Kenya dan program-program keaksaraan fungsional di Negara-negara seperti Mali ataupun Thailand. Di Indonesia program semacam ini adalah program Paket A. Namun, kebanyakan program pendidikan nonformal diarahkan pada pelayanan kebutuhan belajar yang penting dan yang memberi keuntungan kepada warga belajarnya yang pada umumnya tidak disajikan oleh pendidikan formal.



B.     Konsep Dasar Pendidikan Nonformal
Konsep dasar pendidikan nonformal (PNF) sangat penting untuk diketahui karena merupakan kerangka umum untuk menganalisis atau sebagai cara menerangkan fenomena-fenomena pendidikan yang terjadi di masyarakat, dan karena lapangan pendidikan nonformal belum diteliti secara serius dan sistematik dari dahulu, hingga sekarang pun penelitian tentang pendidikan tersebut masih sangat sedikit.

Konsep Dasar yang Pertama,
            Asas Long Life Education, yang mana pendidikan dipandang sebagai proses belajar sepanjang hayat manusia. Artinya, pendidikan merupakan upaya manusia untuk mengubah dirinya ataupun orang lain selama ia hidup. Masalah pendidikan yang diberikan kepada anak didik seharusnya tidak terfokus kepada pendidikan akademik saja. Melainkan juga pengembangkan minat, bakat, sikap, skill atau keterampilan dalam berbagai bidang. Tujuannya adalah untuk menjadi manusia yang lebih baik dalam berbagai hal di kehidupannya dan tentunya yang berguna untuk dirinya, sekitarnya dan masa depannya.

Konsep Dasar yang Kedua,
             Kebutuhan akan belajar minimum yang utama dan mendasar, yang harus diberikan oleh peserta didik sebelum mereka dewasa, yaitu sebelum mereka dituntut untuk bertanggung jawab. Setiap peserta didik mempunyai hak untuk mendapatkan paket minimum berupa pengetahuan, skill dan sikap untuk menjadi manusia dewasa yang efektif dan memuaskan. Yang mana  kriterianya akan berbeda antara masyarakat yang satu dengan yang lain, wilayah yang satu dengan yang lain.

Konsep Dasar yang Ketiga,
            Pada proses pertumbuhan manusia dalam masyarakat transisi sangat membutuhkan pelayanan pendidikan, yang mana akan sangat berguna untuk membantu pertumbuhan manusianya secara efektif. Perjalanan proses pendidikan ini terjadi melalui beberapa tahapan, yaitu dari masa kanak-kanak akan dididik dengan pendidikan dasar, kemudian saat remaja juga akan merasakan pendidikan menengah dan ketika dewasa ia juga akan terkait dengan pendidikan tingkat tinggi. Pada masa-masa  itu bisa saja terjadi persiapan-persiapan dan perencanaannya ataupun pelaksanaannya yang kurang memadai untuk memenuhi kebutuhan belajar minimum bagi anak-anak, khususnya di pedesaan yang relatif belum modern, terutama di Negara berkembang.

Konsep Dasar yang Keempat,
            Pendidikan sangat berperan dalam pengembangan pedesaan. Kesenjangan antara desa dan kota tampak pada bidang ekonomi, terutama untuk Negara-negara berkembang. Hal ini terjadi karena pembangunan yang diadakan pemerintah sepenuhnya diletakkan di kota yang modern, sedang pembangunan di desa yang tradisional hanya disandarkan dengan kemajuan-kemajuan di kota, dengan harapan kemajuan di kota akan mampu memberi dampaknya kepada pihak desa. Dalam realitanya dampak tersebut sangatlah lemah. Dengan demikian tujuan pembangunan pedesaan berkembang bersama dengan meningkatnya produksi dan pendapatan serta perluasan pendidikan.
            Pendidikan saja tanpa adanya faktor perlengkapan lainnya tidak akan dapat dengan sendirinya menimbulkan keberhasilan pembangunan pedesaan. Diperlukan keterampilan dan pengetahuan sebagai sumbangan efektif yang menunjang pendidikan untuk menciptakan lapangan kerja baru dan memajukan pedesaan serta berperan sebagai pengantisipasi adanya kebutuhan baru dalam pemenuhannya.









  1. Asas Pendidikan Nonformal (PNF)
Asas-asas yang dimaksud meliputi :
a.      Asas Inovasi
Berarti melakukan hal-hal baru yang berbeda dari biasanya, artinya mengadakan perbaikan-perbaikan secara bertahap dari sistem yang sudah ada. Dalam inovasi ini, dapat dikembangkan norma nilai, metode, teknik-teknik kerja, cara-cara berorganisasi, cara berpikir dan lainnya yang merupakan kebutuhan anak didik.

b.      Asas Penentuan dan Perumusan Tujuan Pendidikan Nonformal
Perumusan tujuan adalah langkah yang paling penting dalam program pendidikan, baik pendidikan formal, informal maupun nonformal. Perumusan tujuan ini bertujuan untuk mengetahui apa-apa saja yang harus dipenuhi agar peserta didik dapat melaksanakan hak dan kewajiban sebagai manusia sehingga  memiliki kehidupan yang layak.

c.       Asas Perencanaan dan Pengembangan Program Pendidikan
Pada saat perencanaan mempunyai nilai yang sangat penting karena akan membawa efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan pendidikan yang dilaksanakan.[2]








           

  1. Tugas Pokok Pendidikan Nonformal (PNF)
Tugas PNF di Negara Industri
Sebagaimana pendidikan formal di Negara Industri, yang mana semua anak sebelum usia 15 tahun secara wajib mengikuti sekolah, maka dari itu pendidikan nonformal memiliki tugas sebagai berikut:

1.      PNF membantu menyiapkan anak-anak prasekolah untuk memasuki sekolah melalui play group, pusat pengasuhan, program pendidikan melalui televise dan sebagainya.
2.      PNF bertugas melengkapi sekolah dengan memberi pengalaman belajar melalui ekstrakurikuler seperti olahraga, kegiatan seni dan budaya, organisasi remaja dan pemuda.
3.      PNF menyajikan kesempatan pendidikan lanjut setelah keluar dari sekolah atau menyelesaikan sekolah.

Tugas PNF di Negara Berkembang
Bagi Negara berkembang yang mana perkembangan ekonomi dan pendidikannya lebih tinggi, PNF memiliki peran yang sama dengan Negara Industri. Di sebagian besar Negara berkembang, peranan ini sangat berbeda oleh karena banyak anak, khususnya di daerah pedesaan dan daerah terpencil, yang tidak dapat mengikuti atau menyelesaikan sekolah baik dasar maupun menengah.
Apabila dicermati, maka tugas PNF adalah:
1.      Sebagai persiapan memasuki dunia sekolah
2.      Sebagai suplemen atau tambahan pelajaran karena mata pelajaran yang disajikan di sekolah terbatas
3.      Sebagai komplemen atau pelengkap karena kecakapan tertentu memang tidak diajarkan di sekolah tetapi tetap dipandang perlu, sementara kurikulum sekolah tidak mampu menampungnya
4.      Sebagai pengganti (subtitusi) karena anak-anak yang tidak pernah sekolah harus memperoleh kecakapan sama atau setara dengan sekolah. Di Indonesia ini di sebut dengan pendidikan kesetaraan program Paket A, Paket B, dan Paket C.
  1. Sifat-Sifat Pendidikan Nonformal (PNF)
Pendidikan nonformal mempunyai sifat-sifat yang lebih daripada pendidikan  formal. Sifat-sifat yang dimaksud:
1.      PNF lebih fleksibel
Dalam arti luas seperti tidak ada tuntutan syarat kredential yang keras bagi anak didiknya, waktu penyelenggaraan disesuaikan dengan kesempatan yang ada artinya dapat beberapa bulan, beberapa tahun atau beberapa hari saja. Sedangakan dilihat dari segi tujuan, PNF dapat spesifik sesuai dengan kebutuhan. Sedang pengajarnya juga tidak perlu syarat-syarat ketat, hanya dalam pelajaran yang diberikan ia harus lebih dari murid-muridnya serta metode yang dipakai dapat disesuaikan dengan besarnya kelas.

2.      PNF lebih efektif dan efisien untuk bidang-bidang pelajaran tertentu.
Bersifat efektif karena program pendidikannya bisa spesifik sesuai dengan kebutuhan dan tidak memerlukan syarat-syarat  (guru, metode, fasilitas lain) secara ketat. Dan tempat penyelenggaraannya pun dapat dilakukan di mana saja seperti di lapangan, bengkel, di rumah, di pasar dan temat kerja yang lain.

3.      PNF bersifat quick yielding artinya dalam waktu yang singkat dapat digunakan untuk melatih tenaga kerja yang dibutuhkan, terutama untuk memperoleh tenaga yang memiliki kecakapan.

4.      PNF sangat instrumental
Artinya pendidikan yang bersangkutan bersifat luwes, mudah dan murah serta dapat menghasilkan dalam waktu yang relatif singkat.



  1. Reformasi  Bidang Pendidikan di Indonesia Dewasa Ini[3]
Reformasi bisa diartikan dengan perubahan ataupun pembaharuan. Yaitu mengganti yang kurang berfungsi atau rusak secara maksimal sesuai dengan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dalam bidang pendidikan, reformasi harus selalu diadakan. Simmons (1980) dalam tulisannya yang berjudul Steps Toward Reform  dalam buku  The Education Dilemma,  mengimbau agar Negara-negara berkembang segera melakukan reformasi pendidikan dengan alasan bahwa sebagian besar Negara berkembang dalam menetapkan kebijakan pendidikannya telah menyebabkan ketidakadilan antara si kaya dengan si miskin, dan ketidakefisienan sistem persekolahan. Selanjutnya dikatakan bahwa reformasi pendidikan harus diperluas keluar; yaitu kepada pasaran kerja dan bidang politik. Tujuan reformasi adalah untuk meningkatkan keadilan, kesamaan hak akan pendidikan dan efisiensi pendidikan.
Polemik pendidikan yang terjadi sekarang ini, di Indonesia tentunya menuntut reformasi yang lahir dari ketidakadilan dalam memperoleh kesempatan pendidikan, yang kaya mempunyai lebih banyak kesempatan sedang si miskin semakin jauh dari kesempatan tersebut. Keikutsertaan masyarakat dalam pengambilan keputusan hampir tidak mendapatkan tempat, sehingga wajarlah jika rakyat menuntut reformasi.
Realita yang terjadi di sekitar kita dalam dunia pendidikan barangkali bukan rahasia lagi untuk disimak sebagai acuan mengapa reformasi sangat diperlukan. Jika kita lihat berita yang termuat di media massa, para guru khususnya guru Sekolah Dasar mengalami nasib yang kurang beruntung karena sering menjadi objek pemerasan, pemotongan gaji dengan dalih sumbangan sukarela, potongan untuk pisah kenal dengan pejabat-pejabatnya, pemberian cendera mata bagi pejabat yang pindah, potongan pakaian seragam dan sebagainya. Kemudian praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam pengangkatan jabatan kepala sekolah dan kenaikan pangkat merajalela, bahkan tidak segan-segan melepas makelar untuk menawarkan kepada bawahannya yang ingin menduduki jabatan tertentu. selanjutnya, untuk menyekolahkan anak biayanya sangat mahal dan tidak terjangkau oleh golongan miskin. Meskipun bebas SPP untuk sekolah Dasar, sumbangan BP3-nya masih juga tergolong tinggi. Begitu juga dengan sekolah yang dipandang sebagai komoditi yang harus dibeli dengan harga mahal. Perguruan tinggi dipandang sebagai tempat mencari gelar dan ijazah, bukan sebagai tempat mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mahasiswa dibentuk untuk menjadi tenaga siap menjadi pegawai atau karyawan, tetapi tidak siap menjadi pemikir yang kritis dan tidak siap menjadi pengabdi dan pejuang bagi si lemah. Mahasiswa lebih berperan sebagai penerima informasi dan dosen siap memberikannya. Dengan sistem pendidikan seperti ini sulit dihasilkan mahasiswa yang berbobot tentunya.
Sumber masalahnya adalah karena adanya salah konsep tentang pendidikan, seperti berikut ini; pertama kurang diterimanya ilmu pendidikan. Memang benar bahwa pekerjaan pendidikan dilakukan oleh orang tua secara alamiah, seperti bertani, berdagang dan bertukang. Ini berakibat kurangnya pengakuan terhadap ilmu pengetahuan  dari para ahli didik dalam mengelola dan melaksanakan tugasnya. Kedua,  pendidikan  disamakan dengan mengajar, sama dengan melatih. Sehingga orang yang pernah mengajar, meskipun tidak pernah belajar ilmu pendidikan, sudah diakui sebagai ahli pendidikan.  Ketiga, semua orang dianggap bisa mengajar asalkan menguasai materi yang diajarkan. Penguasaan teori belajar, teori mengajar, teknik pembelajaran, psikologi pendidikan, rancangan pembelajaran dan lain-lain tidak dianggap penting.[4]

  1. Tuntutan Era Globalisasi dan reformasi serta Implikasi pada Misi dan Visi PNF di Indonesia
Globalisasi merupakan keadaan dimana dunia dikuasai oleh media elektronik. Hubungan manusia dengan manusia lainnya terjangkau mudah dengan hadirnya media yang dibangun oleh teknologi tersebut.
a.       Kerja sama ekonomi semakin kuat jika dibandingkan dengan kerja sama militer.
b.      Anggapan bahwa suatu kawasan hanya dapat memiliki satu sistem ekonomi tunggal tidak berlaku lagi
c.       Timbulnya gerakan dan bertambahnya perdagangan bebas
d.      Timbulnya penghargaan baru terhadap jiwa atau semangat kemanusiaan
e.       Semakin bertambahnya saling hubungan satu dengan yang lainnya
f.       Semakin pesatnya teknologi informasi, pelayanan  dan sarana elektronik yang dapat digunakan seluruh kawasan dan apa yang dikerjakan oleh warga suatu masyarakat juga dapat diketahui oleh masyarakat lain.


Dampak globalisasi terhadap ekonomi dan pendidikan adalah kecenderungan-kecenderungan global yang disertai dengan meningkatnya ketidakmerataan pendapatan di Negara-negara maju dan berkurangnya ketidakmerataan pendapatan di Negara miskin. Sebaliknya, dampak globalisasi bagi pendidikan akan sangat terasa di Negara-negara miskin karena teknologi yang dimilikinya masih sangat rendah dan minim sekali, sehingga masyarakat banyak mengalami hambatan untuk memperoleh informasi. Globalisasi telah menghasilkan perubahan-perubahan besar dalam hal pesan komunikasi yang sudah tentunya mengandung informasi baru, ide baru, karya baru dan bahaya baru, yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Kelambatan masyarakat Negara-negara berkembang dalam menangkap dan mencerna informasi atau pesan-pesan tersebut akan sangat besar pengaruhnya terhadap pendidikan masyarakatnya, khususnya mereka yang berada di luar sistem persekolahan.
Tuntutan globalisasi terhadap peningkatan pendidikan masyarakat benar-benar sangat mendesak, karena beberapa ciri globalisasi sangat berhubungan langsung dengan pendidikan seperti penghargaan terhadap semangat kemanusiaan, semakin meningkatnya saling hubungan, pesatnya teknologi informasi dan meluasnya prinsip-prinsip hak asasi manusia.
Pengetahuan dan informasi menjadi semakin penting untuk didapatkan bagi pertumbuhan ekonomi seiring dengan karya-karya ilmiah dan rekayasa yang berkembang cepat yang mampu memperbesar produksi dan jasa. Untuk itu, diperlukan kecepatan mendapatkan, mengadaptasi dan mengadopsi pengetahuan baru. Nah, disinilah peranan PNF dapat memberi sumbangan bagi percepatan proses adopsi tersebut.

Reformasi tidaklah hanya perubahan atau pembaharuan biasa, karena pada hakikatnya tidak ada masyarakat yang tidak berubah. Reformasi terjadi karena berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat menghendakinya. Masa depan dipandang sebagai sesuatu yang sederhana sehingga perubahan hampir tidak terjadi.
Tuntutan reformasi yang perlu diperhatikan adalah perlunya kredibilitas para pengambil keputusan, yang ditandai dengan adanya komitmen pemimpin terhadap reformasi, kapabilitas pimpinan, kejelasan kelanjutan reformasi, kemauan belajar bagi mereka yang terlibat reformasi dan sikap keterbukaan.
Reformasi memang harus memperhatikan perubahan yang jauh ke depan. Ini begitu penting untuk menetapkan visi dan misi pendidikan, khususnya PNF. Dalam usia berkisar antara 30 s.d 40 tahun, jurusan-jurusan PNF di Indonesia memiliki potensi untuk berkembang karena tradisi akademik yang cukup mapan, dosen-dosen berpengalaman, memiliki jurusan akademik yang banyak dan memiliki program strata 1, 2 dan 3 serta alumni yang banyak tersebar di berbagai instansi pemerintah maupun swasta. [5]
Pendidikan luar sekolah dalam hal ini pendidikan nonformal harus mampu mempertimbangan prinsip-prinsip pengembangan visi dan misinya, yaitu antara lain sebagai lembaga pendidikan, disipin ilmu atau pun sebagai program pendidikan dan pengembangan masyarakat. Dari segi lembaga PLS mempunyai visi bahwa masa yang akan datang, jurusan PLS diharapkan menjadi jurusan yang berbobot secara ilmiah dengan pakar-pakar yang berkualitas yang mampu menyumbangkan ide-ide bagi kebijakan nasional di bidang pendidikan. Sesuai dengan visinya, maka misinya adalah melaksanakan pendidikan dan pengajaran kepada masyarakat dan merencanakan pengadaan tenaga dosen  dengan spesialisasi  PLS yang berkualifikasi strata tiga, menghasilkan alumnus-alumnus yang mampu mewujudkan masyarakat gemar belajar, meningkatkan kualitas hidup masyarakat atau mengubah pola kesengsaraan hidup anggota masyarakat.
KESIMPULAN

Sekarang ini dunia pendidikan dipandang kalah saing  dengan dunia perdagangan. Media pendidikan, termasuk pendidikan tinggi, sulit beradaptasi dengan perubahan yang begitu cepat karena berbagai kendala yang bersumber pada birokrasi. Perubahan kurikulum hampir sulit diadakan dengan cepat karena berbagai peraturan yang menempel dan ketat pada lembaga pendidikan tinggi. Dalam kondisi seperti itu, reformasi tentu sulit diadakan cepat waktu karena reformasi menghendaki syarat-syarat tertentu. Tetapi reformasi pendidikan harus tetap diadakan karena permintaan zaman yang semakin modern.
Pendidikan nonformal dilahirkan untuk menciptakan manusia-manusia yang berdaya guna bagi setiap sudut lingkungannya. Yang tentunya dapat menciptakan lapangan kerja sendiri, tidak hanya itu tetapi juga diharapkan mewujudkan manusia yang tidak hanya mampu berpikir saja, tetapi juga berketerampilan dalam segala hal sesuai dengan minatnya.
Perkara PLS atau Pendidikan nonformal  yang muncul pada saat ini sebagai tuntutan globalisasi dan reformasi antara lain adalah suasana belajar yang dikehendaki di masa yang akan datang, keterampilan yang diperlukan pada masa yang akan datang, kebutuhan belajar pada masa yang akan datang, dan implikasi terhadap visi dan misi PLS baik sebagai lembaga ataupun disiplin ilmu atau sebagai program pendidikan kepada masyarakat.











DAFTAR PUSTAKA

v  Marzuki, Saleh. 2010. Pendidikan Nonformal Dimensi dalam Keaksaraan Fungsional, Pelatihan dan Andragogi. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.
v  Joesoef, Soelaiman. 1992. Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta. Bumi Aksara.
v  Faisal, Sanapiah dan Abdillah hanafi. 1981. Pendidikan Nonformal. Surabaya. Usana Offset.
v  Faisal, Sanapiah.1981. Pendidikan Luar Sekolah. Surabaya. Usaha nasional.



[1] Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah.Jakarta: Bumi Aksara, 1992, hlm. 79
[3] Diangkat dari artikel dengan judul yang sama yang dimuat pada Jurnal Pendidikan Masyarakat, edisi juli 1998, tahun 8, nomor 1, hlm. 3-9
[4] Saleh Marzuki, Pendidikan Nonformal. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010, hlm. 197
[5] Saleh, Marzuki. Pendidikan Nonformal. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2010. Hlm. 243