A.
Defenisi
Pendidikan Nonformal
Yang dimaksud pendidikan nonformal adalah pendidikan yang teratur dengan
sadar dilakukan tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan-peraturan yang tetap
dan ketat. Pengertian di atas cukup memberi batasan bahwa pendidikan nonformal
berada antara pendidikan informal dan pendidikan formal.[1]
Pendidikan nonformal, sistem pendidikannya berjangka pendek. Program
pendidikannya sangat spesifik dan biasanya merupakan kebutuhan yang sangat
dirasakan keperluannya. Persyaratan dalam proses pembelajarannya lebih
fleksibel, baik dalam hal usia maupun tingkat kemampuan, persyaratan
unsur-unsur pengelolanya juga lebih fleksibel, penyampaian materi pelajaran
atau latihannya relatif lebih luwes, tidak berjenjang dengan tingkatan,
maksudnya sekalipun berjenjang, tidak seketat penjenjangan pada sistem
persekolahan. Jadi, Secara umum bisa dikatakan bahwa pendidikan nonformal
relatif lebih mudah dan luwes serta
berjangka pendek penyelenggaraannya dibandingkan dengan pendidikan formal.
Contoh yang nyata sekarang ini adalah seperti pendidikan melalui kursus, penataran
dan training-training.
Beberapa pendidikan nonformal itu juga ada yang menjadi pengganti
pendidikan formal, yakni memberikan pelajaran yang sama seperti yang dilakukan
oleh sekolah. Contoh pendidikan nonformal semacam ini adalah “second chance” di
Thailand, program korespondensi radio “School Equivalency” di Kenya dan
program-program keaksaraan fungsional di Negara-negara seperti Mali ataupun
Thailand. Di Indonesia program semacam ini adalah program Paket A. Namun,
kebanyakan program pendidikan nonformal diarahkan pada pelayanan kebutuhan
belajar yang penting dan yang memberi keuntungan kepada warga belajarnya yang
pada umumnya tidak disajikan oleh pendidikan formal.
B. Konsep Dasar Pendidikan Nonformal
Konsep dasar pendidikan nonformal (PNF) sangat penting untuk diketahui
karena merupakan kerangka umum untuk menganalisis atau sebagai cara menerangkan
fenomena-fenomena pendidikan yang terjadi di masyarakat, dan karena lapangan
pendidikan nonformal belum diteliti secara serius dan sistematik dari dahulu, hingga
sekarang pun penelitian tentang pendidikan tersebut masih sangat sedikit.
Konsep
Dasar yang Pertama,
Asas Long Life Education, yang mana
pendidikan dipandang sebagai proses belajar sepanjang hayat manusia. Artinya,
pendidikan merupakan upaya manusia untuk mengubah dirinya ataupun orang lain
selama ia hidup. Masalah pendidikan yang diberikan kepada anak didik seharusnya
tidak terfokus kepada pendidikan akademik saja. Melainkan juga pengembangkan
minat, bakat, sikap, skill atau keterampilan dalam berbagai bidang. Tujuannya
adalah untuk menjadi manusia yang lebih baik dalam berbagai hal di kehidupannya
dan tentunya yang berguna untuk dirinya, sekitarnya dan masa depannya.
Konsep
Dasar yang Kedua,
Kebutuhan akan belajar minimum yang utama dan
mendasar, yang harus diberikan oleh peserta didik sebelum mereka dewasa, yaitu
sebelum mereka dituntut untuk bertanggung jawab. Setiap peserta didik mempunyai
hak untuk mendapatkan paket minimum berupa pengetahuan, skill dan sikap untuk
menjadi manusia dewasa yang efektif dan memuaskan. Yang mana kriterianya akan berbeda antara masyarakat
yang satu dengan yang lain, wilayah yang satu dengan yang lain.
Konsep
Dasar yang Ketiga,
Pada proses pertumbuhan manusia
dalam masyarakat transisi sangat membutuhkan pelayanan pendidikan, yang mana
akan sangat berguna untuk membantu pertumbuhan manusianya secara efektif.
Perjalanan proses pendidikan ini terjadi melalui beberapa tahapan, yaitu dari
masa kanak-kanak akan dididik dengan pendidikan dasar, kemudian saat remaja juga
akan merasakan pendidikan menengah dan ketika dewasa ia juga akan terkait
dengan pendidikan tingkat tinggi. Pada masa-masa itu bisa saja terjadi persiapan-persiapan dan
perencanaannya ataupun pelaksanaannya yang kurang memadai untuk memenuhi
kebutuhan belajar minimum bagi anak-anak, khususnya di pedesaan yang relatif
belum modern, terutama di Negara berkembang.
Konsep
Dasar yang Keempat,
Pendidikan sangat berperan dalam
pengembangan pedesaan. Kesenjangan antara desa dan kota tampak pada bidang
ekonomi, terutama untuk Negara-negara berkembang. Hal ini terjadi karena pembangunan
yang diadakan pemerintah sepenuhnya diletakkan di kota yang modern, sedang
pembangunan di desa yang tradisional hanya disandarkan dengan kemajuan-kemajuan
di kota, dengan harapan kemajuan di kota akan mampu memberi dampaknya kepada
pihak desa. Dalam realitanya dampak tersebut sangatlah lemah. Dengan demikian tujuan
pembangunan pedesaan berkembang bersama dengan meningkatnya produksi dan
pendapatan serta perluasan pendidikan.
Pendidikan saja tanpa adanya faktor
perlengkapan lainnya tidak akan dapat dengan sendirinya menimbulkan
keberhasilan pembangunan pedesaan. Diperlukan keterampilan dan pengetahuan
sebagai sumbangan efektif yang menunjang pendidikan untuk menciptakan lapangan kerja
baru dan memajukan pedesaan serta berperan sebagai pengantisipasi adanya
kebutuhan baru dalam pemenuhannya.
- Asas Pendidikan Nonformal (PNF)
Asas-asas yang dimaksud meliputi :
a. Asas Inovasi
Berarti melakukan hal-hal baru yang berbeda dari biasanya, artinya
mengadakan perbaikan-perbaikan secara bertahap dari sistem yang sudah ada. Dalam
inovasi ini, dapat dikembangkan norma nilai, metode, teknik-teknik kerja,
cara-cara berorganisasi, cara berpikir dan lainnya yang merupakan kebutuhan
anak didik.
b. Asas Penentuan dan Perumusan Tujuan
Pendidikan Nonformal
Perumusan tujuan adalah langkah yang paling penting dalam program
pendidikan, baik pendidikan formal, informal maupun nonformal. Perumusan tujuan
ini bertujuan untuk mengetahui apa-apa saja yang harus dipenuhi agar peserta didik
dapat melaksanakan hak dan kewajiban sebagai manusia sehingga memiliki kehidupan yang layak.
c. Asas Perencanaan dan Pengembangan Program
Pendidikan
Pada saat perencanaan mempunyai nilai yang sangat penting karena akan
membawa efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan pendidikan yang dilaksanakan.[2]
- Tugas Pokok Pendidikan Nonformal (PNF)
Tugas PNF di Negara Industri
Sebagaimana pendidikan formal di Negara Industri, yang mana semua anak sebelum
usia 15 tahun secara wajib mengikuti sekolah, maka dari itu pendidikan
nonformal memiliki tugas sebagai berikut:
1.
PNF membantu menyiapkan anak-anak prasekolah untuk
memasuki sekolah melalui play group, pusat
pengasuhan, program pendidikan melalui televise dan sebagainya.
2.
PNF bertugas melengkapi sekolah dengan memberi
pengalaman belajar melalui ekstrakurikuler seperti olahraga, kegiatan seni dan
budaya, organisasi remaja dan pemuda.
3.
PNF menyajikan kesempatan pendidikan lanjut setelah
keluar dari sekolah atau menyelesaikan sekolah.
Tugas PNF di Negara Berkembang
Bagi Negara berkembang yang mana perkembangan ekonomi dan pendidikannya
lebih tinggi, PNF memiliki peran yang sama dengan Negara Industri. Di sebagian
besar Negara berkembang, peranan ini sangat berbeda oleh karena banyak anak,
khususnya di daerah pedesaan dan daerah terpencil, yang tidak dapat mengikuti
atau menyelesaikan sekolah baik dasar maupun menengah.
Apabila dicermati, maka tugas PNF adalah:
1.
Sebagai persiapan memasuki dunia sekolah
2.
Sebagai suplemen atau tambahan pelajaran karena mata
pelajaran yang disajikan di sekolah terbatas
3.
Sebagai komplemen atau pelengkap karena kecakapan
tertentu memang tidak diajarkan di sekolah tetapi tetap dipandang perlu,
sementara kurikulum sekolah tidak mampu menampungnya
4.
Sebagai pengganti (subtitusi) karena anak-anak yang
tidak pernah sekolah harus memperoleh kecakapan sama atau setara dengan
sekolah. Di Indonesia ini di sebut dengan pendidikan kesetaraan program Paket
A, Paket B, dan Paket C.
- Sifat-Sifat Pendidikan Nonformal (PNF)
Pendidikan nonformal mempunyai sifat-sifat yang lebih daripada
pendidikan formal. Sifat-sifat yang
dimaksud:
1.
PNF lebih fleksibel
Dalam arti luas seperti tidak ada tuntutan syarat kredential yang keras
bagi anak didiknya, waktu penyelenggaraan disesuaikan dengan kesempatan yang
ada artinya dapat beberapa bulan, beberapa tahun atau beberapa hari saja.
Sedangakan dilihat dari segi tujuan, PNF dapat spesifik sesuai dengan
kebutuhan. Sedang pengajarnya juga tidak perlu syarat-syarat ketat, hanya dalam
pelajaran yang diberikan ia harus lebih dari murid-muridnya serta metode yang
dipakai dapat disesuaikan dengan besarnya kelas.
2.
PNF lebih efektif dan efisien untuk bidang-bidang
pelajaran tertentu.
Bersifat efektif karena program pendidikannya bisa spesifik sesuai dengan
kebutuhan dan tidak memerlukan syarat-syarat
(guru, metode, fasilitas lain) secara ketat. Dan tempat
penyelenggaraannya pun dapat dilakukan di mana saja seperti di lapangan, bengkel,
di rumah, di pasar dan temat kerja yang lain.
3.
PNF bersifat quick yielding artinya dalam waktu
yang singkat dapat digunakan untuk melatih tenaga kerja yang dibutuhkan,
terutama untuk memperoleh tenaga yang memiliki kecakapan.
4.
PNF sangat instrumental
Artinya pendidikan yang bersangkutan bersifat luwes, mudah dan murah
serta dapat menghasilkan dalam waktu yang relatif singkat.
- Reformasi Bidang Pendidikan di Indonesia Dewasa Ini[3]
Reformasi bisa diartikan dengan perubahan ataupun pembaharuan. Yaitu
mengganti yang kurang berfungsi atau rusak secara maksimal sesuai dengan
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dalam bidang pendidikan, reformasi harus selalu diadakan. Simmons (1980)
dalam tulisannya yang berjudul Steps
Toward Reform dalam buku The
Education Dilemma, mengimbau agar
Negara-negara berkembang segera melakukan reformasi pendidikan dengan alasan
bahwa sebagian besar Negara berkembang dalam menetapkan kebijakan pendidikannya
telah menyebabkan ketidakadilan antara si kaya dengan si miskin, dan
ketidakefisienan sistem persekolahan. Selanjutnya dikatakan bahwa reformasi
pendidikan harus diperluas keluar; yaitu kepada pasaran kerja dan bidang
politik. Tujuan reformasi adalah untuk meningkatkan keadilan, kesamaan hak akan
pendidikan dan efisiensi pendidikan.
Polemik pendidikan yang terjadi sekarang ini, di Indonesia tentunya
menuntut reformasi yang lahir dari ketidakadilan dalam memperoleh kesempatan
pendidikan, yang kaya mempunyai lebih banyak kesempatan sedang si miskin
semakin jauh dari kesempatan tersebut. Keikutsertaan masyarakat dalam
pengambilan keputusan hampir tidak mendapatkan tempat, sehingga wajarlah jika
rakyat menuntut reformasi.
Realita yang terjadi di sekitar kita dalam dunia pendidikan barangkali
bukan rahasia lagi untuk disimak sebagai acuan mengapa reformasi sangat
diperlukan. Jika kita lihat berita yang termuat di media massa, para guru
khususnya guru Sekolah Dasar mengalami nasib yang kurang beruntung karena
sering menjadi objek pemerasan, pemotongan gaji dengan dalih sumbangan
sukarela, potongan untuk pisah kenal dengan pejabat-pejabatnya, pemberian
cendera mata bagi pejabat yang pindah, potongan pakaian seragam dan sebagainya.
Kemudian praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam pengangkatan jabatan
kepala sekolah dan kenaikan pangkat merajalela, bahkan tidak segan-segan
melepas makelar untuk menawarkan kepada bawahannya yang ingin menduduki jabatan
tertentu. selanjutnya, untuk menyekolahkan anak biayanya sangat mahal dan tidak
terjangkau oleh golongan miskin. Meskipun bebas SPP untuk sekolah Dasar,
sumbangan BP3-nya masih juga tergolong tinggi. Begitu juga dengan sekolah yang dipandang
sebagai komoditi yang harus dibeli dengan harga mahal. Perguruan tinggi
dipandang sebagai tempat mencari gelar dan ijazah, bukan sebagai tempat mencari
dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mahasiswa dibentuk untuk
menjadi tenaga siap menjadi pegawai atau karyawan, tetapi tidak siap menjadi
pemikir yang kritis dan tidak siap menjadi pengabdi dan pejuang bagi si lemah.
Mahasiswa lebih berperan sebagai penerima informasi dan dosen siap
memberikannya. Dengan sistem pendidikan seperti ini sulit dihasilkan mahasiswa
yang berbobot tentunya.
Sumber masalahnya adalah karena adanya salah konsep tentang pendidikan,
seperti berikut ini; pertama kurang diterimanya ilmu pendidikan. Memang benar
bahwa pekerjaan pendidikan dilakukan oleh orang tua secara alamiah, seperti bertani,
berdagang dan bertukang. Ini berakibat kurangnya pengakuan terhadap ilmu
pengetahuan dari para ahli didik dalam
mengelola dan melaksanakan tugasnya. Kedua,
pendidikan disamakan dengan mengajar,
sama dengan melatih. Sehingga orang yang pernah mengajar, meskipun tidak pernah
belajar ilmu pendidikan, sudah diakui sebagai ahli pendidikan. Ketiga, semua orang dianggap bisa mengajar
asalkan menguasai materi yang diajarkan. Penguasaan teori belajar, teori
mengajar, teknik pembelajaran, psikologi pendidikan, rancangan pembelajaran dan
lain-lain tidak dianggap penting.[4]
- Tuntutan Era Globalisasi dan reformasi
serta Implikasi pada Misi dan Visi PNF di Indonesia
Globalisasi merupakan keadaan dimana dunia dikuasai oleh media
elektronik. Hubungan manusia dengan manusia lainnya terjangkau mudah dengan
hadirnya media yang dibangun oleh teknologi tersebut.
a.
Kerja sama ekonomi semakin kuat jika dibandingkan
dengan kerja sama militer.
b.
Anggapan bahwa suatu kawasan hanya dapat memiliki satu
sistem ekonomi tunggal tidak berlaku lagi
c.
Timbulnya gerakan dan bertambahnya perdagangan bebas
d.
Timbulnya penghargaan baru terhadap jiwa atau semangat
kemanusiaan
e.
Semakin bertambahnya saling hubungan satu dengan yang
lainnya
f.
Semakin pesatnya teknologi informasi, pelayanan dan sarana elektronik yang dapat digunakan
seluruh kawasan dan apa yang dikerjakan oleh warga suatu masyarakat juga dapat
diketahui oleh masyarakat lain.
Dampak globalisasi terhadap ekonomi dan pendidikan adalah
kecenderungan-kecenderungan global yang disertai dengan meningkatnya
ketidakmerataan pendapatan di Negara-negara maju dan berkurangnya
ketidakmerataan pendapatan di Negara miskin. Sebaliknya, dampak globalisasi
bagi pendidikan akan sangat terasa di Negara-negara miskin karena teknologi
yang dimilikinya masih sangat rendah dan minim sekali, sehingga masyarakat
banyak mengalami hambatan untuk memperoleh informasi. Globalisasi telah
menghasilkan perubahan-perubahan besar dalam hal pesan komunikasi yang sudah tentunya
mengandung informasi baru, ide baru, karya baru dan bahaya baru, yang sangat
penting bagi kehidupan masyarakat. Kelambatan masyarakat Negara-negara
berkembang dalam menangkap dan mencerna informasi atau pesan-pesan tersebut
akan sangat besar pengaruhnya terhadap pendidikan masyarakatnya, khususnya
mereka yang berada di luar sistem persekolahan.
Tuntutan globalisasi terhadap peningkatan pendidikan masyarakat
benar-benar sangat mendesak, karena beberapa ciri globalisasi sangat
berhubungan langsung dengan pendidikan seperti penghargaan terhadap semangat
kemanusiaan, semakin meningkatnya saling hubungan, pesatnya teknologi informasi
dan meluasnya prinsip-prinsip hak asasi manusia.
Pengetahuan dan informasi menjadi semakin penting untuk didapatkan bagi
pertumbuhan ekonomi seiring dengan karya-karya ilmiah dan rekayasa yang
berkembang cepat yang mampu memperbesar produksi dan jasa. Untuk itu,
diperlukan kecepatan mendapatkan, mengadaptasi dan mengadopsi pengetahuan baru.
Nah, disinilah peranan PNF dapat memberi sumbangan bagi percepatan proses
adopsi tersebut.
Reformasi tidaklah hanya perubahan atau pembaharuan biasa, karena pada
hakikatnya tidak ada masyarakat yang tidak berubah. Reformasi terjadi karena
berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat menghendakinya. Masa depan
dipandang sebagai sesuatu yang sederhana sehingga perubahan hampir tidak
terjadi.
Tuntutan reformasi yang perlu diperhatikan adalah perlunya kredibilitas
para pengambil keputusan, yang ditandai dengan adanya komitmen pemimpin terhadap
reformasi, kapabilitas pimpinan, kejelasan kelanjutan reformasi, kemauan
belajar bagi mereka yang terlibat reformasi dan sikap keterbukaan.
Reformasi memang harus memperhatikan perubahan yang jauh ke depan. Ini
begitu penting untuk menetapkan visi dan misi pendidikan, khususnya PNF. Dalam
usia berkisar antara 30 s.d 40 tahun, jurusan-jurusan PNF di Indonesia memiliki
potensi untuk berkembang karena tradisi akademik yang cukup mapan, dosen-dosen
berpengalaman, memiliki jurusan akademik yang banyak dan memiliki program
strata 1, 2 dan 3 serta alumni yang banyak tersebar di berbagai instansi
pemerintah maupun swasta. [5]
Pendidikan luar sekolah dalam hal ini pendidikan nonformal harus mampu mempertimbangan
prinsip-prinsip pengembangan visi dan misinya, yaitu antara lain sebagai lembaga
pendidikan, disipin ilmu atau pun sebagai program pendidikan dan pengembangan
masyarakat. Dari segi lembaga PLS mempunyai visi bahwa masa yang akan datang,
jurusan PLS diharapkan menjadi jurusan yang berbobot secara ilmiah dengan
pakar-pakar yang berkualitas yang mampu menyumbangkan ide-ide bagi kebijakan
nasional di bidang pendidikan. Sesuai dengan visinya, maka misinya adalah
melaksanakan pendidikan dan pengajaran kepada masyarakat dan merencanakan
pengadaan tenaga dosen dengan
spesialisasi PLS yang berkualifikasi
strata tiga, menghasilkan alumnus-alumnus yang mampu mewujudkan masyarakat
gemar belajar, meningkatkan kualitas hidup masyarakat atau mengubah pola
kesengsaraan hidup anggota masyarakat.
KESIMPULAN
Sekarang ini dunia pendidikan dipandang kalah saing dengan dunia perdagangan. Media pendidikan,
termasuk pendidikan tinggi, sulit beradaptasi dengan perubahan yang begitu
cepat karena berbagai kendala yang bersumber pada birokrasi. Perubahan
kurikulum hampir sulit diadakan dengan cepat karena berbagai peraturan yang
menempel dan ketat pada lembaga pendidikan tinggi. Dalam kondisi seperti itu,
reformasi tentu sulit diadakan cepat waktu karena reformasi menghendaki
syarat-syarat tertentu. Tetapi reformasi pendidikan harus tetap diadakan karena
permintaan zaman yang semakin modern.
Pendidikan nonformal dilahirkan untuk menciptakan manusia-manusia yang
berdaya guna bagi setiap sudut lingkungannya. Yang tentunya dapat menciptakan
lapangan kerja sendiri, tidak hanya itu tetapi juga diharapkan mewujudkan
manusia yang tidak hanya mampu berpikir saja, tetapi juga berketerampilan dalam
segala hal sesuai dengan minatnya.
Perkara PLS atau Pendidikan nonformal
yang muncul pada saat ini sebagai tuntutan globalisasi dan reformasi
antara lain adalah suasana belajar yang dikehendaki di masa yang akan datang,
keterampilan yang diperlukan pada masa yang akan datang, kebutuhan belajar pada
masa yang akan datang, dan implikasi terhadap visi dan misi PLS baik sebagai
lembaga ataupun disiplin ilmu atau sebagai program pendidikan kepada
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
v Marzuki,
Saleh. 2010. Pendidikan Nonformal Dimensi
dalam Keaksaraan Fungsional, Pelatihan dan Andragogi. Bandung. PT Remaja
Rosdakarya.
v Joesoef,
Soelaiman. 1992. Konsep Dasar Pendidikan
Luar Sekolah. Jakarta. Bumi Aksara.
v Faisal,
Sanapiah dan Abdillah hanafi. 1981. Pendidikan
Nonformal. Surabaya. Usana Offset.
v Faisal,
Sanapiah.1981. Pendidikan Luar Sekolah.
Surabaya. Usaha nasional.
[1]
Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar
Pendidikan Luar Sekolah.Jakarta: Bumi Aksara, 1992, hlm. 79
[3] Diangkat
dari artikel dengan judul yang sama yang dimuat pada Jurnal Pendidikan
Masyarakat, edisi juli 1998, tahun 8, nomor 1, hlm. 3-9
[4] Saleh
Marzuki, Pendidikan Nonformal.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010, hlm. 197
[5] Saleh,
Marzuki. Pendidikan Nonformal.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2010. Hlm. 243